Bahan bakar etanol adalah etanol (etil alkohol) dengan jenis yang sama dengan yang ditemukan pada minuman beralkohol dengan penggunaan sebagai bahan bakar. Etanol seringkali dijadikan bahan tambahan bensin sehingga menjadi biofuel.
Produksi etanol dunia untuk bahan bakar transportasi meningkat 3 kali
lipat dalam kurun waktu 7 tahun, dari 17 miliar liter pada tahun 2000
menjadi 52 miliar liter pada tahun 2007. Dari tahun 2007 ke 2008,
komposisi etanol pada bahan bakar bensin di dunia telah meningkat dari
3.7% menjadi 5.4%.
Pada tahun 2010, produksi etanol dunia mencapai angka 22,95 miliar
galon AS (86,9 miliar liter), dengan Amerika Serikat sendiri memproduksi
13,2 miliar galon AS, atau 57,5% dari total produksi dunia. Etanol mempunyai nilai "ekuivalensi galon bensin" sebesar 1.500 galon AS.
Etanol digunakan secara luas di Brasil dan Amerika Serikat. Kedua negara ini memproduksi 88% dari seluruh jumlah bahan bakar etanol yang diproduksi di dunia. Kebanyakan mobil-mobil yang beredar di Amerika Serikat saat ini dapat menggunakan bahan bakar dengan kandungan etanol sampai 10%,
dan penggunaan bensin etanol 10% malah diwajibkan di beberapa kota dan
negara bagian AS. Sejak tahun 1976, pemerintah Brasil telah mewajibkan
penggunaan bensin yang dicampur dengan etanol, dan sejak tahun 2007,
campuran yang legal adalah berkisar 25% etanol dan 75% bensin (E25). Di bulan Desember 2010 Brasil sudah mempunyai 12 juta kendaraan dan truk ringan bahan bakar fleksibel dan lebih dari 500 ribu sepeda motor yang dapat menggunakan bahan bakar etanol murni (E100).
Bioethanol adalah salah satu bentuk energi terbaharui yang dapat diproduksi dari tumbuhan. Etanol dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang umum, misalnya tebu, kentang, singkong, dan jagung.
Telah muncul perdebatan, apakah bioetanol ini nantinya akan
menggantikan bensin yang ada saat ini. Kekhawatiran mengenai produksi
dan adanya kemungkinan naiknya harga makanan yang disebabkan karena
dibutuhkan lahan yang sangat besar, ditambah lagi energi dan polusi yang dihasilkan dari keseluruhan produksi etanol, terutama tanaman jagung. Pengembangan terbaru dengan munculnya komersialisasi dan produksi etanol selulosa mungkin dapat memecahkan sedikit masalah.
Etanol selulosa
menawarkan prospek yang menjanjikan karena serat selulosa, komponen
utama pada dinding sel di semua tumbuhan, dapat digunakan untuk
memproduksi etanol. Menurut Badan Energi Internasional etanol selulosa dapat menyumbangkan perannya lebih besar pada masa mendatang.
Kimia
Glukosa (gula sederhana) dibuat oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis.
6 CO2 + 6 H2O + cahaya matahari → C6H12O6 + 6 O2
Dalam fermentasi etanol, glukosa akan dipecah menjadi etanol dan karbon dioksida.
C6H12O6 → 2 CH3CH2OH+ 2 CO2 + panas
Ketika etanol dibakar (direaksikan dengan oksigen) maka akan dihasilkan karbon dioksida, air, dan panas:
CH3CH2OH + 3 O2 → 2 CO2 + 3 H2O + panas
Setelah reaksi pembakaran digandakan (karena didapatkan 2 molekul
etanol dari tiap molekul glukosa, dan ditambahkan 3 reaksi bersamaan,
maka jumlah atom di sebelah kiri akan sama dengan jumlah atom di sebelah
kanan pada persamaan tersebut, maka reaksi bersih dari produksi dan
konsumsi etanol hanya berupa:
Panas yang dihasilkan dari pembakaran etanol digunakan untuk
menggerakkan piston pada mesin. Dapat dikatakan bahwa cahaya matahari
digunakan untuk menjalankan mesinnya. Bukan hanya glukosa saja yang dapat difermentasi. Gula lainnya seperti fruktosa juga dapat digunakan untuk fermentasi. 3 macam gula lainnya juga dapat difermentasi dengan memecahnya melalui hidrolisis menjadi molekul-molekul glukosa atau fruktosa. Amilum dan selulosa adalah molekul yang terdiri dari ikatan-ikatan glukosa. Sukrosa
(atau gula tebu) merupakan molekul glukosa yang berikatan dengan
molekul fruktosa. Energi untuk membuat fruktosa berasal dari metabolisme
glukosa yang diperoleh dari fotosintesis (yang membutuhkan sinar
matahari). Maka dari itu, sinar matahari jga menyediakan energi yang
dihasilkan oleh fermentasi dari molekul-molekul ini.
Etanol juga dapat diproduksi dari etena (etilena). Dengan penambahan air ke dalam etena maka akan mengubah etena menjadi etanol:
C2H4 + H2O → CH3CH2OH
Ketika etanol dibakar di atmosfer
(bukan di oksigen murni), maka akan ada reaksi kimia yang lain yang
menghasilkan 4 komponen kimia lainnya, termasuk dengan gas nitrogen (N2). Gas nitrogen dapat menimbulkan munculnya nitrogen oksida, salah satu polutan utama di udara.
Sumber Etanol
Etanol merupakan salah satu sumber energi terbaharui karena energi ini didapatkan dari energi matahari. Pembuatan etanol diawali tanaman seperti tebu atau jagung yang melakukan fotosintesis sehingga tumbuh sampai besar. Nantinya tanaman ini yang diproses menjadi etanol. Sekitar 5% dari etanol yang diproduksi di dunia pada tahun 2003 sebenarnya malah merupakan produk minyak bumi. Etanol dari minyak bumi ini dibuat dengan hidrasi katalis dari etilena dengan memakai asam sulfat sebagai katalisnya. Etanol juga bisa dihasilkan via etilena atau asetilena, kalsium karbida, gas bumi, dan sumber lainnya. 2 juta ton etanol yang berasal dari minyak mentah dihasilkan setiap tahunnya.
Etanol yang berasal dari minyak bumi (etanol sintetik) secara kimia
sama dengan bio etanol dan hanya bisa dibedakan melalui penanggalan
radiokarbon.
Bio-etanol biasanya diperoleh dari tanaman pertanian. Tanaman
pertanian ini dianggap bisa diperbaharui karena mereka mendapatkan
energi dari matahari melalui fotosintesis. Etanol dapat diproduksi dari banyak macam tanaman seperti tebu, bagasse, miscanthus, bit gula, sorgum, grain sorghum, switchgrass, jelai, hemp, kenaf, kentang, ubi jalar, singkong, bunga matahari, buah, molasses, jagung, stover, serealia, gandum, straw, kapas, biomassa lainnya, termasuk berbagai macam sampah selulosa. Sebuah proses alternatif untuk memproduksi bioetanol dari algae (rumput laut) saat ini sedang dikembangkan oleh perusahaan Algenol.
Daripada algae hanya ditanam dan lalu dipanen jika sudah matang, algae
dapat memproduksi etanol secara langsung tanpa membunuh tanaman itu
sendiri. Diklaim bahwa proses dari algae ini dapat menghasilkan 6000
galon per acre per tahun, daripada tanaman jagung yang hanya 400 galon
per acre per tahun.
Saat ini, pemrosesan etanol generasi pertama untuk memproduksi etanol
dari jagung hanya menggunakan sebagian kecil dari tanaman jagung itu
sendiri. Hanya bagian amilum dari kernel jagung saja yang diproses
menjadi etanol. Amilum ini massanya hanya 50% dari massa kernel kering. 2
pemrosesan tingkat lanjut sedang dikembangakan saat ini. Proses
tersebut adalah penggunaan enzim dan fermentasi ragi untuk mengubah selulosa tanaman menjadi etanol. Proses yang kedua adalah menggunakan pirolisis untuk mengubah seluruh bagian tanaman menjadi cairan minyak bio atau syngas. Pemrosesan generasi kedua ini juga bisa digunakan untuk tanaman lain misalnya rumput-rumputan atau kayu.
Proses produksi
Langkah dasar yang dibutuhkan untuk memproduksi etanol adalah fermentasi jamur khamir, distilasi, dehidrasi, dan denaturasi. Sebelum dilakukan fermentasi, beberapa tanaman membutuhkan hidrolisis karbohidrat seperti selulosa dan amilum menjadi gula. Hidrolisis selulosa disebut sebagai selulosis. Enzim digunakan untuk mengubah amilum menjadi gula.
Fermentasi
Etanol diproduksi dengan cara fermentasi mikroba pada gula. Fermentasi mikroba saat ini hanya bisa dilakukan langsung pada gula. 2 komponen utama dalam tanaman, amilum dan selulosa,
dua-duanya terdiri dari gula dan bisa diubah menjadi gula melalui
fermentasi. Sekarang ini, hanya gula (contohnya tebu) dan amilum
(contohnya jagung) yang masih bernilai ekonomis jika dikonversi.
Distilasi
Jika etanol ingin digunakan sebagai bahan bakar, maka sebagian besar kandungan airnya harus dihilangkan dengan cara distilasi.
Tingkat kemurnian etanol setelah didistilasi masih sekitar 95-96%.
(masih ada kandungan airnya 3-4%). Campuran ini dinamakan etanol hidrat
dan bisa digunakan sebagai bahan bakar, tetapi tidak bisa dicampur sama
sekali dengan bensin. Jadi, biasanya kandungan air dalam etanol hidrat
dibuang habis terlebih dahulu dengan pengolahan lainnya sehingga baru
bisa dicampurkan dengan bensin.
Dehidrasi
Pada dasarnya ada 5 tahap proses dehidrasi untuk membuang kandungan air dalam campuran etanol azeotropik (etanol 95-96%). Proses yang pertama, yang sudah digunakan di banyak pabrik etanol sejak dulu, adalah proses yang disebut distilasi azeotropik. Distilasi azeotropik dilakukan dengan cara menambahkan benzena atau sikloheksana
ke dalam campuran. Ketika zat ini ditambahkan, maka akan membentuk
campuran azeotropik heterogen. Hasil akhirnya nanti adalah etanol
anhidrat dan campuran uap dari air dan sikloheksana/benzena. Ketika
dikondensasi, uap ini akan menjadi cairan. Metode lama lainnya yang
digunakan adalah distilasi ekstraktif.
Metode ini digunakan dengan cara menambahkan komponen terner dalam
etanol hidrat sehingga akan meningkatkan ketidakstabilan relatif etanol
tersebut. Ketika campuran terner ini nantinya didistilasi, maka akan
menghasilkan etanol anhidrat.
Saat ini penelitian juga sedang mengembangkan metode pemurnian etanol
dengan menghemat energi. Metode yang saat ini berkembang dan mulai
banyak digunakan oleh pabrik-pabrik pembuatan etanol adalah penggunaan saringan molekul
untuk membuang air dari etanol. Dalam proses ini, uap etanol bertekanan
melewati semacam tatakan yang terdiri dari butiran saringan molekul.
Pori-pori dari dari saringan ini dirancang untuk menyerap air. Setelah
beberapa waktu, saringan ini pun divakum untuk menghilangkan kandungan
air di dalamnya. 2 tatakan biasanya digunakan sekaligus sehingga ketika
satu sedang dikeringkan, yang satunya bisa dipakai untuk menyaring
etanol. Teknologi dehidrasi ini diperkirakan dapat menghemat energi
sebesar 3.000 btus/gallon (840 kJ/L) jika dibandingkan dengan distilasi azeotropik.
Teknologi
Mesin berbahan bakar etanol
Etanol merupakan cairan yang sering digunakan pada mobil, meskipun juga mungkin digunakan pada kendaraan lainnya, seperti traktor, perahu, dan pesawat terbang.
Konsumsi etanol dalam mesin lebih boros 51% dibandingkan bensin, karena
energi per unit volume etanol 34% lebih rendah dibandingkan dengan
bensin. Rasio kompresi pada mesin yang berbahan bakar etanol saja, dapat membuat mesin ini lebih bertenaga dan lebih irit bahan bakar. Pada umumnya, mesin yang hanya berbahan bakar etanol dikonfigurasi untuk menambahkan sedikit tambahan tenaga dan torsi yang lebih baik dibandingkan dengan mesin berbahan bakar bensin. Pada kendaraan bahan bakar fleksibel,
rasio kompresi yang lebih rendah menyebabkan mesinnya perlu
dikonfigurasi ulang, sehingga bisa mendapatkan keluaran tenaga yang sama
saat memakai bahan bakar bensin atau etanol. Untuk mendapatkan
keuntungan maksimal dari etanol, maka rasio kompresi harus dinaikkan.
Rasio kompresi pada mobil bermesin berbahan bakar etanol murni saat ini
didesain kira-kira lebih boros 20-30% dibandingkan dengan versi bahan
bakar bensinnya.
Etanol mengandung bahan-bahan yang dapat larut dan tidak dapat larut. Bahan-bahan yang dapat larut, yaitu ion-ion klorida, mempunyai sifat korosif. Ion halida
meningkatkan korosi dengan 2 cara: secara kimia, ion ini akan menyerang
pasivator film oksida pada logam sehingga akan menimbulkan korosi, dan
kedua, ion ini akan meningkatkan konduktivitas bahan bakar.
Konduktivitas elektrik yang meningkat menyebabkan korosi pada elektrik
dan galvanis pada sistem bahan bakar. Bahan-bahan yang dapat larut,
seperti aluminium hidroksida yang merupakan produk dari ion halida tadi, akan menyumbat sistem bahan bakar sedikit demi sedikit.
Etanol bersifat higroskopis,
yang artinya etanol akan menyerap uap air langsung dari atmosfer.
Karena menyerap air akan mengencerkan nilai bahan bakar etanol (dan juga
akan menimbulkan knocking pada mesin), maka dalam pengepakannya,
bahan bakar etanol harus ditutup rapat. Karena etanol dengan amat mudah
bercampur dengan air, maka etanol tidak dapat didistribusikan dengan
pipa yang lebih efisien dan modern.
Para teknisi sekarang juga melihat dampak yang ditimbulkan karena
adanya kandungan air dalam etanol yang menyebabkan kerusakan pada
mesin-mesin kecil, terutama pada karburatornya. Sebuah studi yang dilakukan oleh MIT pada tahun 2004 dan sebuah paper yang dipublikasika oleh Society of Automotive Engineers
mengidentifikasikan sebuah metode yang lebih baik untuk mengeksplorasi
karakteristik bahan bakar etanol daripada jika hanya mencampurkannya
dengan bensin.
Metode ini akan memunculkan kemungkinan bahwa alkohol
nantinya akan memperbaiki efektifitas pada mobil elektrik hibrida.
Perubahan ini akan menggunakan mesin 2 bahan bakar (dual-fuel)
yaitu alkohol murni (atau azeotrop atau E85) dengan injeksi langsung
turbocharger, dengan rasio kompresi tinggi, volume silinder kecil,
tetapi menghasilkan tenaga yang sama dengan mesin yang memiliki volume
silinder 2 kalinya. Setiap bahan bakar aka.
Campuran etanol yang tinggi akan memunculkan masalah yaitu kurangnya tekanan uap
bahan bakar tersebut sehingga susah untuk menguap dan memicu pembakaran
di musim dingin selagi musim dingin (hal ini terjadi karena etanol
cenderung menaikkan kalor penguapan bahan bakar). Ketika tekanan uap kurang dari 45 kPa maka mesin akan suusah untuk dinyalakan.
Maka, untuk menghindari masalah ini, terutama ketika suhu kurang dari
11 °C (52 °F), maka pemerintah Amerika Serikat dan Uni Eropa sepakat
untuk menggunakan E85 sebagai campuran etanol maksimum yang digunakan di
kendaraan bahan bakar fleksibel di negara mereka. Di tempat-tempat yang
suhunya sangat dingin, pemerintah Amerika Serikat mengurangi campuran
etanol pada bahan bakar menjadi E70, meskipun namanya tetap dijual sebagai E85.
Selain itu, di tempat yang suhunya turun sampai dibawah −12 °C (10 °F),
maka disarankan untuk menambahkan sistem pemanas mesin, berlaku untuk
bensin dan kendaraan E85. Pemerintah Swedia juga mempunyai sistem
pengurangan campuran etanol ini, mereka mengurangi campuran etanol
menjadi E75 selagi musim dingin.
Kendaraan bahan bakar fleksibel di Brasil dapat dioperasikan
menggunakan etanol sampai E100. Mesin kendaraan ini juga akan
menimbulkan turunnya uap penguapan seperti pada kendaraan E85. Untuk
mengatasinya, kendaraan bahan bakar fleksibel di Brasil juga dibuatkan
tangki bensin kecil cadangan yang diletakkan dekat mesin. Ketika mesin
akan dinyalakan, maka bensin akan diinjeksikan ke ruang bakar sehingga
tidak menimbulkan masalah di suhu rendah. Bensin ini biasanya dibutuhkan
bagi penduduk yang tinggal di Brasil bagian tengah atau selatan, dimana
saat musim dingin suhunya akan turun sampai dibawah 15 °C (59 °F). Pada
tahun 2009, akhirnya diluncurkan mesin berbahan bakar fleksibel
generasi terbaru yang tidak membutuhkan tangki bensin tambahan lagi. Di bulan Maret 2009, Volkswagen do Brasil meluncurkan Polo E-Flex, mobil berbahan bakar fleksibel pertama di Brasil yang tidak lagi menggunakan tangki bensin tambahan untuk menyalakan mesin.
Campuran bahan bakar etanol
n ditempatkan terpisah, dengan
tangki alkohol yang berukuran jauh lebih kecil. Mesin berkompresi
tinggi ini (yang berarti juga efisiensinya tinggi), akan menggunakan
bahan bakar bensin pada kondisi daya jelajah rendah. Alkohol hanya akan
diinjeksikan ke silinder ketika dibutuhkan, yaitu misalnya saat ingin
berakselerasi dengan cepat. Injeksi silinder langsung ini akan
meningkatkan nilai oktan etanol yang sudah tinggi sampai 130. Dari sini,
penggunaan bensin serta emisi gas buang akan berkurang sampai 30%.
Nilai oktan etanol yang lebih tinggi meningkatkan rasio kompresi mesin dan juga meningkatkan efisiensi termal.
Dalam sebuah studi, kontrol mesin yang kompleks ditambah sirkulasi
ulang pipa gas buang yang ditingkatkan bisa meningkatkan rasio kompresi
sampai 19,5 dengan bahan bakarnya etanol murni sampai E50. Hal ini nantinya akan menghasilkan ekonomi bahan bakar mobil etanol sama dengan ekonomi bahan bakar mobil bensin.
Sejak tahun 1989 juga telah dioperasikan mesin etanol yang memakai basis dari mesin diesel di Swedia.
Mesin-mesin ini dipakai di bus kota, juga digunakan di truk-truk
distribusi dan pengangkut sampah. Mesin ini dibuat oleh perusahaan Scania,
mempunyai rasio kompresi yang telah dimodifikasi dan bahan bakarnya
adalah 93.6 % etanol dan 3.6 % peningkat pembakaran, dan 2.8% denaturan
(bahan bakar ini disebut sebagai ED95).
Adanya peningkat pembakaran memungkinkan mesin ini melakukan pembakaran
seefisien dengan siklus pembakaran pada mesin diesel. Mesin-mesin ini
telah digunakan di Britania Raya oleh Reading Transport tetapi penggunaan bahan bakar bioetanol saat ini akan ditutup.
Menyalakan mobil di musim dingin
Banyak negara mewajibkan kendaraan-kendaraannya menggunakan bahan
bakar bensin yang dicampur dengan etanol. Semua kendaraan ringan di
Brasil bisa beroperasi dengan menggunakan etanol dengan campuran sampai
25% (E25). Sejak tahun 1993, pemerintahan federal sudah mewajibkan
campuran etanol berkisar antara 22% sampai 25%, dan di bulan Juli 2011
adalah 25%. Di Amerika Serikat, semua kendaraan ringan bisa memakai campuran etanol dalam bahan bakar sampai 10% (E10). Di akhir tahun 2010, lebih dari 90 persen bensin yang dijual di AS dicampur dengan etanol. Di bulan Januari 2011, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat mengeluarkan surat pernyataan untuk mencampurkan etanol dalam bensin sampai 15% (E15). Bahan bakar dengan etanol 15% ini hanya dijual untuk mobil kecil dan truk ringan dengan keluaran tahun 2001 atau lebih baru. Negara lainnya juga telah menerapkan peraturan serupa, dengan kebijakan masing-masing.
Ekonomi bahan bakar
Secara teori, semua kendaraan yang beroperasi dengan bahan bakar akan mempunyai nilai ekonomi bahan bakar
yang satuannya adalah liter per 100 kilometer. Nilai ekonomi bahan
bakar ini biasanya berbanding lurus dengan energi yang terkandung dalam
bahan bakar.
Tapi, pada faktanya ada banyak variabel yang dapat memengaruhi performa
bahan bakar di dalam mesin. Etanol sendiri memiliki energi per unit
volume 34% lebih rendah daripada bensin. Maka, teorinya adalah jika
memakai bahan bakar etanol, maka jumlah bahan bakar yang dikonsumsi akan
lebih boros 34% daripada bensin biasa. Tapi etanol memiliki kelebihan
lain yaitu nilai oktan yang tinggi, maka mesin dapat dibuat lebih
efisien dengan cara meningkatkan rasio kompresinya. Misalnya, dengan
penambahan turbocharger variabel maka rasio kompresi dapat menjadi
optimum, sehingga ekonomi bahan bakar nantinya bisa konstan dengan
campuran etanol berapapun.
Untuk campuran E10 (10% etanol dan 90% bensin), maka efeknya akan kecil jika dibandingkan dengan bensin biasa.
Untuk bahan bakar etanol E85 (85% etanol), maka efeknya akan menjadi
signifikan. E85 memang lebih boros daripada bensin sehingga pemilik
mobil akan lebih sering mengisi bahan bakar. Performa kendaraan sendiri
tergantung dari mobilnya apa. Sebuah tes yang dilakukan
oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) pada mobil-mobil E85
menyebutkan bahwa ekonomi bahan bakar mobil E85 lebih boros sekitar
25,56% daripada bensin. Rating ekonomi bahan bakar yang dikeluarkan oleh EPA ini berpengaruh.
ketika orang akan membeli mobil. Tapi, karena E85 ini adalah bahan
bakar dengan performa tinggi (nilai oktannya 94-96), maka semestinya
juga dibandingkan dengan bensin yang mahal.
Harga ritel etanol E85 di Amerika Serikat adalah 2,62 dolar AS per
galon AS, sedangkan harga bensin biasa adalah 3,03 dolar AS per galon
AS. Harga etanol murni di Brasil (E100) adalah 3,88 dolar, sedangkan
harga bensin campuran E25 adalah 4,91 dolar.
Produksi per negar
Produsen etanol terbesar di dunia adalah Amerika
Serikat dengan jumlah 13,2 miliar galon AS dan Brasil dengan 6,92 galon
AS. 2 negara ini memproduksi 88% etanol dunia, yang total semuanya
adalah 22,95 galon AS (86,9 miliar liter). Insentif yang diberikan pemerintah, diikuti dengan pengembangan inisiatif dari industri, telah mendorong negara-negara seperti Jerman, Spanyol, Perancis, Swedia, China, Thailand, Kanada, Kolombia, India, Australia, dan beberapa negara Amerika Tengah untuk mengembangkan industri etanol.
Pengaruh Lingkungan
Keseimbangan energi
Semua biomassa paling tidak pasti mempunyai tahap-tahap seperti ini:
ditanam, dipanen, dikeringkan, difermentasi, dan kemudian dibakar. Semua
tahap-tahap ini membutuhkan sumber daya dan infrastruktur. Total energi
yang digunakan untuk menghasilkan etanol jika dibandingkan dengan total
energi yang dihasilkan etanol maka akan menghasilkan "keseimbangan
energi" atau "hasil energi bersih". Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh majalah National Geographic menjelaskan
tentang etanol dari jagung yang dihasilkan oleh Amerika Serikat: satu
unit energi bahan bakar fosil dibutuhkan untk memproduksi 1,3 unit
energi bahan bakar etanol. Keseimbangan energi dari etanol yang
diproduksi di Brasil lebih baik, yaitu 1:8. Estimasi untuk keseimbangan
energi ini sebenarnya juga tidak pasti, karena beberapa laporan
menyatakan yang sebaliknya. Contohnya adalah sebuah survei yang terpisah
menyatakan bahwa etanol yang diproduksi dari tebu dapat mengembalikan 8
sampai 9 kali energi yang dibutuhkan untuk membuatnya, jika
dibandingkan dengan jagung yang hanya mengembalikan 1,34 kali energi
yang dibutuhkan untuk membuatnya. Studi yang dilakukan oleh Universitas California, Berkeley
pada tahun 2006 menyatakan bahwa memproduksi etanol dari jagung
menggunakan minyak mentah yang lebih sedikit daripada memproduksi
bensin.
Karbon dioksida, yang termasuk dalam gas rumah kaca,
akan dihasilkan selama proses fermentasi dan pembakaran. Karbon
dioksida ini nantinya bisa digunakan oleh tanaman untuk memproduksi
biomassa lagi.
Ketika dibandingkan dengan bensin, tergantung dari metode produksinya
juga, etanol akan menghasilkan gas rumah kaca yang lebih sedikit.
Polusi udara
Etanol adalah bahan bakar yang jika dibakar dengan oksigen maka akan menghasilkan karbon dioksida, air, dan aldehida. Bensin sendiri menghasilkan 2,44 kg CO2 per liter dan etanol 1,94 kg/liter. Karena energi yang dihasilkan oleh etanol hanya 2/3 energi yang dihasilkan bensin, maka etanol menghasilkan CO2 19% lebih banyak daripada bensin dengan energi yang sama. Undang-undang Kebersihan Udara AS mengharuskan penambahan oksigenat untuk mengurangi emisi karbon dioksida di Amerika Serikat. Zat adiktif yang biasa digunakan pada bensin, MTBE,
saat ini mulai dikurangi penggunaannya karena ternyata mencemari air
tanah, sehingga etanol dianggap sebagai aditif alternatif yang
menjanjikan. Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti atmosfer di Universitas Stanford mengemukakan bahwa bahan bakar E85 dapat meningkatkan risiko kematian akibat pencemaran udara sampai 9% di kota Los Angeles. Level ozon juga meningkat secara signifikan, kabut asap meningkat dan penyakit seperti asma juga meningkat.
Karbon dioksida
Penghitungan pasti berapa banyak karbon dioksida yang dihasilkan
untuk memproduksi bioetanol sangatlah kompleks dan prosesnya juga tidak
pasti, sehingga sangat tergantung dari bagaimana etanol itu diproduksi
dan nantinya akan dibuat asumsi dalam penghitungan tersebut.
Penghitungan karbon dioksida itu semestinya termasuk:
- Biaya untuk menanam tanaman
- Biaya untuk mengangkut tanaman ke pabrik
- Biaya untuk mengolah tanaman itu menjadi bioetanol
Penghitungan itu juga mungkin termasuk:
- Biaya penggantian penggunaan lahan dimana tanaman bio itu ditanam.
- Biaya transportasi bioetanol dari pabrik ke tempat penggunaan.
- Efisiensi bioetanol jika dibandingkan dengan bensin biasa.
- Banyaknya karbon dioksida yang dihasilkan di pipa pembuangan.
- Keuntungan lain yang didapat dari produksi sampingan seperti pakan ternak atau listrik.
Grafik di kanan menunjukkan penghitungan yang dilakukan oleh
pemerintah Inggris untuk keperluan obligasi bahan bakar transportasi
terbaharukan.
Perubahan penggunaan lahan
Perkebunan skala besar dibutuhkan untuk memproduksi alkohol dan ini
membutuhkan lahan yang luas juga. Universitas Minnesota melaporkan bahwa
jika semua jagung yang ditanam di A.S. digunakan untuk memproduksi
etanol maka akan menggantikan 12% konsumsi bensin A.S. sekarang ini.
Mereka mengklaim bahwa lahan yang digunakan untuk memproduksi etanol
diperoleh melalui deforestasi hutan, dan lainnya juga telah meneliti
bahwa area yang sekarang ini dipakai untuk menanam tanaman ini biasanya
tanahnya tidak cocok. Dalam beberapa hal, pertanian dapat saja membuat kesuburan tanah berkurang karena berkurangnya organisme organik, turunnya kualitas dan kuantitas air, penggunaan pestisida yang semakin besar, dan potensi penggusuran komunitas lokal.
Teknologi yang semakin modern memungkinkan para petani untuk memperoleh
hasil yang sama besar dengan pengorbanan yang lebih sedikit.
Produksi etanol selulosa merupakan salah satu pendekatan baru yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah penggunaan lahan ini. Etanol
selulosa dapat diproduksi dari bagian mana saja dari sebuah tanaman,
sehingga berpotensi akan melipatgandakan hasil, sehingga akhirnya
konflik makanan vs. bahan bakar akan bisa diminimalkan. Daripada
biasanya yang hanya menggunakan amilumnya saja, produksi etanol selulosa
akan memaksimalkan penggunaan seluruh bagian tumbuhan. Dengan ini, maka
pengeluaran karbon pun menjadi lebih sedikit karena mendapatkan hasil
yang lebih banyak dengan menggunakan material yang masih bisa dipakai.
Teknologi untuk memproduksi etanol selulosa ini sampai saat ini sudah
sampai pada tahap komersialisasi.
Penggunaan etanol untuk listrik
Mengubah
biomassa menjadi listrik untuk kemudian digunakan untuk mengisi baterai
mobil elektrik mungkin akan lebih "ramah lingkungan" daripada
menggunakan biomassa untuk memproduksi etanol, menurut salah satu
publikasi ilmiah. "Anda akan menggunakan lahan lebih efisien dan
penggunaan yang lebih efisien juga dengan mengubah biomassa menjadi
listrik daripada menjadi etanol," kata Elliott Campbell, seorang
peneliti lingkungan di Universitas California di Merced, yang memimpin
penelitian ini. "Daripada untuk membuat bahan bakar bio cair, lebih baik
kita menjadikannya sebagai sumber daya alam bio." Karena bioenergi saat ini telah menjadi solusi dari masalah iklim
globa;, maka pengembangan teknologi diperlukan, kata analis. Para
peneliti terus mencari bagaimana cara mencari pengembangan yang paling
efektif, baik di etanol selulosa maupun baterai kendaraan listrik.
Ongkos biaya akibat emisi etanol
Untuk
setiap satu miliar galon bahan bakar etanol yang diproduksi dan dibakar
di AS, maka diperkirakan ongkos produksi disertai dengan perubahan
iklim adalah 469 juta dolar AS untuk bensin, 472–952 juta dolar AS untuk
etanol jagung tergantung dari sumber panas pengilangannya beserta
teknologinya, dan hanya 123–208 juta dolar AS untuk etanol selulosa
tergantung dari tanamannya (biomassa prairie, Miscanthus, stover jagung,
atau switchgrass).
Efisiensi tanaman
Ketika
hasil etanol semakin meningkat dan tanaman yang bisa dipakai untuk etanol semakin banyak, maka produksi etanol bisa semakin ekonomis.
Sekarang ini, penelitian untuk meningkatkan hasil etanol dari tanaman
jagung sedang dilakukan menggunakan bioteknologi. Juga, selama harga
minyak tetap tinggi, maka penggunaan tanaman sebagai bahan bakar akan
semakin dipilih. Tanaman switchgrass,
yang tumbuhnya cepat, bisa ditanam di lahan yang tidak cocok untuk
tanaman lain dan menghasilkan etanol banyak per unit wilayah.
Bahan bakar etanol juga bisa digunakan sebagai bahan bakar roket. meskipun etanol masi dalam jumlah sedikit yang digunakan di Pesawat ringan contohnya Mark-III X-racer. Sampai saat ini masih banyak penggunaan kerosin untuk penerangan dan
memasak di negara-negara yang masih kurang berkembang. Etanol bisa
digunakan sebagai sumber untuk menggantikan minyak ini juga. Sebuah
proyek non-profit yang bernama Proyek Gaia sedang mengusahakan agar kompor berbahan etanol bisa menggantikan kayu bakar, arang, atau kerosin.
Terima kasih suda berkunjung di LingkaranDunia, semoga artikel ini bermanfaat buat anda, dan jangan lupa di LIKE serta Komentar.
Terima kasih suda berkunjung di LingkaranDunia, semoga artikel ini bermanfaat buat anda, dan jangan lupa di LIKE serta Komentar.