Penerapan teori pada manusia, dan peranan teleologi dalam evolusi
Pada tahun 1864, Wallace menerbitkan sebuah makalah berjudul "The Origin of Human Races and the Antiquity of Man Deduced from the Theory of 'Natural Selection'" terkait penerapan teori ini pada manusia. Saat
itu Darwin belum memperhatikan subjek tersebut kendati Thomas Huxley telah membahasnya dalam Evidence as to Man's Place in Nature. Ia menjelaskan stabilitas yang jelas dari ras manusia dengan menunjuk pada kesenjangan yang besar antara kapasitas tengkorak manusia dibandingkan dengan kera
besar.
Tidak seperti pendukung Darwin lainnya, termasuk Darwin sendiri,
ia tidak "menganggap orang-orang primitif modern hampir-hampir mengisi
kesenjangan antara manusia dan kera". Ia melihat evolusi manusia dalam dua tahap: tercapainya suatu postur bipedal yang membebaskan kedua tangan untuk melaksanakan perintah dari otak,
dan "pengakuan atas otak manusia sebagai suatu faktor yang sama sekali
baru dalam sejarah kehidupan. Wallace tampaknya adalah evolusionis
pertama yang mengakui dengan jelas bahwa ... dengan kemunculan
spesialisasi jasmani tersebut yang mana membentuk otak manusia,
spesialisasi jasmani itu sendiri mungkin dapat dikatakan sudah tidak
diperlukan lagi." Ia dipuji Darwin karena makalahnya ini.
Tidak lama setelah itu Wallace menjadi seorang spiritualis.
Pada waktu yang hampir bersamaan, ia mulai berpandangan bahwa seleksi
alam tidak mampu menjelaskan kejeniusan musikal, artistik, atau
matematik, juga pikiran metafisik,
serta kecerdasan dan humor. Ia pada akhirnya mengatakan bahwa sesuatu
dalam "alam semesta tak terlihat dari Roh" telah bertindak sebagai
perantara setidaknya tiga kali dalam sejarah. Yang pertama adalah
penciptaan kehidupan dari materi anorganik.
Yang kedua adalah pengenalan kesadaran pada hewan yang tingkatannya
lebih tinggi. Dan yang ketiga adalah timbulnya kemampuan mental yang
lebih tinggi pada manusia. Ia juga meyakini bahwa raison d'être (alasan keberadaan) dari alam semesta adalah pengembangan jiwa manusia.
Pandangan-pandangan ini sangat mengganggu Darwin yang berpendapat bahwa
intervensi spiritual tidaklah perlu dan bahwa seleksi seksual dapat
dengan mudah menjelaskan fenomena mental yang tampaknya non adaptif.
Beberapa sejarawan telah menyimpulkan bahwa paham spiritualisme yang
diterapkan oleh Wallace secara langsung menyebabkan ia berkeyakinan
kalau seleksi alam tidaklah cukup untuk menjelaskan perkembangan
kesadaran dan pikiran manusia. Sedangkan para akademisi lainnya yang
mendukung Wallace tidak sepakat atas kesimpulan tersebut, dan beberapa
bersikeras bahwa Wallace tidak pernah meyakini seleksi alam dapat
diterapkan pada area-area tersebut.
Reaksi terhadap ide-ide Wallace pada topik ini bervariasi di kalangan
naturalis terkemuka pada saat itu. Charles Lyell lebih mendukung
pandangan Wallace tentang evolusi manusia daripada pandangan Darwin.
Keyakinan Wallace bahwa kesadaran manusia tidak mungkin sepenuhnya
hasil dari penyebab-penyebab materi semata dianut oleh sejumlah
intelektual terkemuka pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Bagaimanapun juga banyak kalangan, seperti Huxley, Hooker, dan Darwin sendiri, bersikap kritis terhadap Wallace.
Sebagaimana dinyatakan oleh Michael Shermer,
seorang sejarawan sains, pandangan Wallace dalam area ini bertentangan
dengan dua prinsip utama dari filosofi Darwin yang sedang berkembang,
yakni evolusi bukanlah teleologis (digerakkan oleh tujuan) dan bukan juga antroposentris (berpusat pada manusia).
Jauh di kemudian hari dalam hidupnya Wallace kembali ke tema-tema ini,
bahwasanya evolusi menyatakan bahwa alam semesta mungkin memiliki suatu
tujuan dan bahwa aspek tertentu dari makhluk hidup mungkin tidak dapat
dijelaskan dari sisi proses yang murni materialistik, dalam artikel
berjudul The World of Life pada sebuah majalah tahun 1909 yang kemudian dikembangkannya menjadi sebuah buku dengan judul yang sama.
Shermer mengatakan bahwa karyanya itu mengantisipasi beberapa gagasan
tentang desain secara alamiah dan mengarahkan konsep evolusi yang akan
timbul dari berbagai tradisi agama di sepanjang abad ke-20.