Masa marabahaya
Soekarno,
Presiden Indonesia pertama, sedikitnya pernah mengalami percobaan
pembunuhan lebih dari satu kali, Putrinya, Megawati Soekarnoputri
pernah menyebut angka 23. "Saya ingin mengambil satu contoh konkrit,
Presiden Soekarno itu mengalami percobaan pembunuhan dari tingkat yang
namanya baru rencana sampai eksekusi (sebanyak) 23 kali," tutur Mega
pada Juli 2009. Sementara itu, angka lebih kecil keluar dari mulut
Sudarto Danusubroto.
Dia ajudan presiden pada masa-masa akhir kekuasaan Soekarno. Sudarto
pernah mengatakan ada 7 kali percobaan pembunuhan terhadap Soekarno.
Jumlah ini pernah diamini oleh eks Wakil Komandan Tjakrabirawa, Kolonel
Maulwi Saelan. Namun bekas pengawal pribadinya, hanya mampu mengingat 7
kali upaya percobaan pembunuhan.
Granat Cikini
Pada 30 November 1957,
Presiden Soekarno datang ke Perguruan Cikini (Percik), tempat
bersekolah putra-putrinya, dalam rangka perayaan ulang tahun ke-15
Percik. Granat tiba-tiba meledak di tengah pesta penyambutan presiden.
Sembilan orang tewas, 100 orang terluka, termasuk pengawal presiden.
Soekarno sendiri beserta putra-putrinya selamat. Tiga orang ditangkap
akibat kejadian tersebut. Mereka perantauan dari Bima yang dituduh
sebagai antek teror gerakan DI/TII.
Penembakan Istana Presiden
Pada 9 Maret 1960,
Tepat siang bolong Istana presiden dihentakkan oleh ledakan yang
berasal dari tembakan kanon 23 mm pesawat Mig-17 yang dipiloti Daniel
Maukar. Maukar adalah Letnan AU yang telah dipengaruhi Permesta. Kanon
yang dijatuhkan Maukar menghantam pilar dan salah satunya jatuh tak jauh
dari meja kerja Soekarno. Untunglah Soekarno tak ada di situ. Soekarno
tengah memimpin rapat di gedung sebelah Istana Presiden. Maukar sendiri
membantah ia mencoba membunuh Soekarno. Aksinya hanya sekadar
peringatan. Sebelum menembak Istana Presiden, dia sudah memastikan tak
melihat bendera kuning dikibarkan di Istana – tanda presiden ada di
Istana. Aksi ini membuat 'Tiger', call sign Maukar, harus mendekam di
bui selama 8 tahun.
Pencegatan Rajamandala
Pada April 1960, Perdana Menteri Uni Soviet saat itu, Nikita Kruschev
mengadakan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Dia menyempatkan diri
mengunjungi Bandung, Yogya dan Bali. Presiden Soekarno menyertainya
dalam perjalanan ke Jawa Barat. Tatkala, sampai di Jembatan Rajamandala,
ternyata sekelompok anggota DI/TII melakukan penghadangan. Beruntung
pasukan pengawal presiden sigap meloloskan kedua pemimpin dunia
tersebut.
Granat Makassar
Pada 7 Januari 1962, Presiden Soekarno tengah berada di Makassar.
Malam itu, ia akan menghadiri acara di Gedung Olahraga Mattoangin.
Ketika itulah, saat melewati jalan Cendrawasih, seseorang melemparkan
granat. Granat itu meleset, jatuh mengenai mobil lain. Soekarno selamat.
Pelakunya Serma Marcus Latuperissa dan Ida Bagus Surya Tenaya divonis
hukuman mati.
Penembakan Idul Adha
Pada 14 Mei 1962,
Bachrum sangat senang ketika berhasil mendapatkan posisi duduk pada saf
depan dalam barisan jemaah salat Idul Adha di Masjid Baiturahim. Begitu
melihat Soekarno, dia mencabut pistol yang tersembunyi di balik jasnya,
moncong lalu diarahkan ke tubuh Soekarno. Dalam sepersekian detik
ketika tersadar, arah pun melenceng, dan peluru meleset dari tubuh
Soekarno, menyerempet Ketua DPR GR KH Zainul Arifin. Haji Bachrum
divonis hukuman mati, namun kemudian dia mendapatkan grasi.
Penembakan mortir Kahar Muzakar
Pada 1960-an, Presiden Soekarno dalam kunjungan kerja ke Sulawesi.
Saat berada dalam perjalanan keluar dari Lapangan Terbang Mandai, sebuah
peluru mortir ditembakkan anak buah Kahar Muzakkar. Arahnya kendaraan
Bung Karno, tetapi ternyata meleset jauh. Soekarno sekali lagi, selamat.
Granat Cimanggis
Pada Desember 1964,
Presiden Soekarno dalam perjalanan dari Bogor menuju Jakarta.
Rombongannya membentuk konvoi kendaraan. Dalam laju kendaraan yang
perlahan, mata Soekarno sempat bersirobok dengan seorang lelaki tak
dikenal di pinggir jalan. Perasaan Soekarno kurang nyaman. Benar saja,
lelaki itu melemparkan sebuah granat ke arah mobil presiden. Beruntung,
jarak pelemparannya sudah di luar jangkauan mobil yang melaju. Soekarno
pun selamat.
Pembunuhan karakter
Dekade 1950-an dan 1960-an, Amerika melalui perpanjangtanganannya Central Intelligence Agency
tidak hentinya berusaha campur tangan dalam setiap urusan negara orang
lain. Di Indonesia selain peristiwa terbongkarnya misi Allen Pope, ada
juga misi rahasia yang bertujuan membunuh karakter dan kewibawaan
Presiden Soekarno melalui agitasi dan propaganda media popular via
produksi film porno yang diperankan oleh pemeran yang mirip Soekarno.
Tujuan dari kampanye hitam ini adalah mengubah persepsi masyarakat
internasional terhadap Soekarno yang anti kapitalisme dan mengagumi kaum
Hawa tetapi tunduk tak berdaya di bawah kendali agen rahasia Rusia.
"Kesuksesan itu menginspirasi para pejabat CIA membuat langkah lebih
jauh lagi. Mereka berniat memproduksi film porno Soekarno dengan seorang
wanita pirang yang dibuat seolah-olah pramugari Rusia itu," tulis Blum
mengutip pengakuan mantan agen CIA, Joseph Burkholder Smith, yang
menulis buku Portrait of a Cold Warrior. Kepala Kepolisian Los
Angeles sampai turun tangan mencari pria berkulit gelap yang sedikit
botak dan wanita pirang yang cantik. Tak ada yang mirip Soekarno, CIA
membuat topeng khusus yang mirip Soekarno kemudian dikirim ke Los
Angeles. Bintang porno disuruh memakai topeng Soekarno selama beradegan
mesum. CIA merekam dan mengambil foto-foto adegan biru tersebut.
Menurut Kenneth J. Conboy dan James Morrison dalam Feet to the Fire: CIA Covert Operations in Indonesia, 1957-1958, film porno itu dikerjakan di studio Hollywood yang dioperasikan Bing Crosby
dan saudaranya. Film ini dimaksudkan sebagai bahan bakar tuduhan bahwa
Soekarno (diperankan pria Chicano) mempermalukan diri dengan meniduri
agen Soviet (diperankan perempuan pirang Kaukasia) yang menyamar sebagai
pramugari maskapai penerbangan. “Proyek ini menghasilkan setidaknya
beberapa foto, meski tampaknya tak pernah digunakan,” tulis William Blum
dalam Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War
II.
Namun foto-foto itu akhirnya tak jadi disebarluaskan. Banyak versi
kenapa CIA batal menyebarkan adegan mesum itu. Sebagian peneliti menilai
kampanye hitam seperti itu tak mempan untuk menjatuhkan Soekarno.
Apalagi ada mitos yang percaya jika seorang laki-laki gagah dan
berkuasa, sah-sah saja berhubungan dengan banyak wanita. Toh raja-raja
di nusantara pun dulu memiliki banyak istri dan selir. Nasib akhir dari film, yang berjudul Happy Days, tak pernah dilaporkan.
Masa embargo negara Adi Kuasa
Pada masa pra maupun paska kemerdekaan, Indonesia terjepit pada dua
blok negara Adi Kuasa dengan ideologi yang bertentangan satu sama lain.
Blok kapitalis yang dikomandoi Amerika dan sekutu di satu sisi, dan blok
kiri yang diperebutkan antara poros Rusia dan Tiongkok. Amerika
melakukan kebijakan embargo terhadap Indonesia karena menilai
kecenderungan Soekarno dekat dengan blok rival. Amerika tidak dapat
berkutik ketika Allen Lawrence Pope, agen Central Intelligence Agency
tertangkap tangan. Tawar-menawar penangkapan Allen Pope, Amerika
Serikat akhirnya menyudahi embargo ekonomi dan menyuntik dana ke
Indonesia, termasuk menggelontorkan 37 ribu ton beras dan ratusan
persenjataan yang dibutuhkan Indonesia saat itu setelah diplomasi
tingkat tinggi antara John F. Kennedy dengan Soekarno.
Sementara
Rusia menerapkan embargo militer terhadap Indonesia karena genosida
terhadap elemen kiri, orang Partai Komunis Indonesia pada tahun
1965-1967.
Indonesia sendiri terjepit di antara geopolitik Asia Tenggara, Malaysia
yang dianggap Soekarno adalah negara boneka Inggris, juga Singapura
yang memisahkan diri sebagai negara baru pada 9 Agustus 1965. Soekarno
mengumumkan sikap konfrontatif terhadap pembentukan negara federasi
Malaysia pada Januari 1963. Sehingga pada 1964-1965 negara federasi
Malaysia yang dideklarasikan 16 September 1963 tersebut diembargo
Soekarno.
Singapura membuka keran kerja sama dan berusaha dengan segala cara
untuk mempertahankan perdagangan dengan Indonesia meski telah diboikot
dan diembargo. Hal ini dianggap merugikan aspek ekonomi bagi Singapura
akibat konfrontasi tersebut.
Masa keterpurukan
Situasi
politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh
dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau
G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih
merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian
massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI
(Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan
menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya
meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan
PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama,
Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian
melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan
kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang
ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah
kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu
guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.
Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi
Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai
organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966
tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang
memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk
setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
Soekarno
kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya
terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut
berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian
meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato
"Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967
namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga
akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan
Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat
tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia.
Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan
Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat
Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum
berikutnya.
Lihat Juga:
Terima kasih telah membaca artikel mengenai Masa Marabahaya Indonesia, semoga apa yang saya bagikan ini bermanfaat
buat anda, dan terima kasih pula tela berkunjung di
LingkaranDunia Akostader/http://amirakostader.blogspot.co.id/