Sejarah
Penemuan Awal Sel
Mikroskop
majemuk dengan dua lensa telah ditemukan pada akhir abad ke-16 dan
selanjutnya dikembangkan di Belanda, Italia, dan Inggris. Hingga
pertengahan abad ke-17 mikroskop sudah memiliki kemampuan perbesaran
citra sampai 30 kali. Ilmuwan Inggris Robert Hooke kemudian merancang
mikroskop majemuk yang memiliki sumber cahaya sendiri sehingga lebih
mudah digunakan. Ia mengamati irisan-irisan tipis gabus
melalui mikroskop dan menjabarkan struktur mikroskopik gabus sebagai
"berpori-pori seperti sarang lebah tetapi pori-porinya tidak beraturan"
dalam makalah yang diterbitkan pada tahun 1665. Hooke menyebut pori-pori
itu cells karena mirip dengan sel (bilik kecil) di dalam biara
atau penjara. Yang sebenarnya dilihat oleh Hooke adalah dinding sel
kosong yang melingkupi sel-sel mati pada gabus yang berasal dari kulit
pohon ek. Ia juga mengamati bahwa di dalam tumbuhan hijau terdapat sel
yang berisi cairan.
Pada masa yang sama di Belanda, Antony
van Leeuwenhoek, seorang pedagang kain, menciptakan mikroskopnya sendiri
yang berlensa satu dan menggunakannya untuk mengamati berbagai hal. Ia
berhasil melihat sel darah merah, spermatozoid, khamir bersel tunggal,
protozoa, dan bahkan bakteri. Pada tahun 1673 ia mulai mengirimkan surat
yang memerinci kegiatannya kepada Royal Society, perkumpulan ilmiah
Inggris, yang lalu menerbitkannya. Pada salah satu suratnya, Leeuwenhoek
menggambarkan sesuatu yang bergerak-gerak di dalam air liur yang
diamatinya di bawah mikroskop. Ia menyebutnya diertjen atau dierken (bahasa Belanda: 'hewan kecil', diterjemahkan sebagai animalcule dalam bahasa Inggris oleh Royal Society), yang diyakini sebagai bakteri oleh ilmuwan modern.
Pada tahun 1675–1679, ilmuwan Italia Marcello Malpighi menjabarkan unit penyusun tumbuhan yang ia sebut utricle
('kantong kecil'). Menurut pengamatannya, setiap rongga tersebut berisi
cairan dan dikelilingi oleh dinding yang kukuh. Nehemiah Grew
dari Inggris juga menjabarkan sel tumbuhan dalam tulisannya yang
diterbitkan pada tahun 1682, dan ia berhasil mengamati banyak struktur
hijau kecil di dalam sel-sel daun tumbuhan, yaitu kloroplas.
Teori sel
Beberapa
ilmuwan pada abad ke-18 dan awal abad ke-19 telah berspekulasi atau
mengamati bahwa tumbuhan dan hewan tersusun atas sel, namun hal tersebut
masih diperdebatkan pada saat itu. Pada tahun 1838, ahli botani Jerman
Matthias Jakob Schleiden menyatakan bahwa semua tumbuhan terdiri atas
sel dan bahwa semua aspek fungsi tubuh tumbuhan pada dasarnya merupakan
manifestasi aktivitas sel. Ia juga menyatakan pentingnya nukleus (yang
ditemukan Robert Brown pada tahun 1831) dalam fungsi dan pembentukan
sel, namun ia salah mengira bahwa sel terbentuk dari nukleus. Pada tahun
1839, Theodor Schwann,
yang setelah berdiskusi dengan Schleiden menyadari bahwa ia pernah
mengamati nukleus sel hewan sebagaimana Schleiden mengamatinya pada
tumbuhan, menyatakan bahwa semua bagian tubuh hewan juga tersusun atas
sel. Menurutnya, prinsip universal pembentukan berbagai bagian tubuh
semua organisme adalah pembentukan sel.
Yang kemudian memerinci teori sel
sebagaimana yang dikenal dalam bentuk modern ialah Rudolf Virchow,
seorang ilmuwan Jerman lainnya. Pada mulanya ia sependapat dengan
Schleiden mengenai pembentukan sel. Namun, pengamatan mikroskopis atas
berbagai proses patologis membuatnya menyimpulkan hal yang sama dengan
yang telah disimpulkan oleh Robert Remak dari pengamatannya terhadap sel
darah merah dan embrio, yaitu bahwa sel berasal dari sel lain melalui
pembelahan sel. Pada tahun 1855, Virchow menerbitkan makalahnya yang
memuat motonya yang terkenal, omnis cellula e cellula (semua sel berasal dari sel).
Perkembangan biologi sel
Antara
tahun 1875 dan 1895, terjadi berbagai penemuan mengenai fenomena
seluler dasar, seperti mitosis, meiosis, dan fertilisasi, serta berbagai
organel penting, seperti mitokondria, kloroplas, dan badan Golgi.
Lahirlah bidang yang mempelajari sel, yang saat itu disebut sitologi.
Perkembangan teknik baru, terutama fraksinasi sel dan mikroskopi
elektron, memungkinkan sitologi dan biokimia melahirkan bidang baru yang
disebut biologi sel. Pada tahun 1960, perhimpunan ilmiah American
Society for Cell Biology didirikan di New York, Amerika Serikat, dan
tidak lama setelahnya, jurnal ilmiah Journal of Biochemical and Biophysical Cytology berganti nama menjadi Journal of Cell Biology.
Pada akhir dekade 1960-an, biologi sel telah menjadi suatu disiplin
ilmu yang mapan, dengan perhimpunan dan publikasi ilmiahnya sendiri
serta memiliki misi mengungkapkan mekanisme fungsi organel sel.
Lihat Juga Artikel Lengkap: Sel (Biologi)
Terima kasih atas kunjungan anda di LingkaranDunia Serta membaca artikel mengenai Sel dalam ilmu Biologi, dan semoga ilmu yang kami bagikan ini bermanfaat buat anda.