Tongkol Jagu sebagai Sumber Energi (Bahan Bakar)
Pemanfaatan Tongkol Jagung menjadi Bioetanol
Tongkol pada jagung adalah bagian dalam
organ betina tempat bulir duduk menempel. Istilah ini juga dipakai untuk
menyebut seluruh bagian jagung betina (buah jagung). Tongkol terbungkus
oleh kelobot (kulit “buah jagung”). Secara morfologi, tongkol jagung
adalah tangkai utama malai yang termodifikasi. Malai organ jantan pada
jagung dapat memunculkan bulir pada kondisi tertentu. Tongkol jagung
muda, disebut juga babycorn, dapat dimakan dan dijadikan sayuran.
Tongkol yang tua ringan namun kuat, dan menjadi sumber furfural, sejenis
monosakarida dengan lima atom karbon. Tongkol jagung merupakan salah
satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di Indonesia. Limbah
lignoselulosik adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Masing-masing merupakan senyawa-senyawa yang
potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi. Selulose
merupakan sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai
substrat dalam proses fermentasi untuk menghasilkan produk yang
mempunyai nilai ekonomi tingg.
Bioetanol
Etanol atau etil alkohol, C2H5OH
merupakan suatu senyawa organik yang tersusun dari unsur-unsur karbon,
hidrogen dan oksigen. Etanol dapat diperoleh dari bahan baku nabati
dengan melalui proses fermentasi sehingga lebih dikenal dengan sebutan
bioetanol. Berdasarkan berbagai penelitian diperoleh bahwa bahan
lignoselulosa yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin juga dapat
dikonversi menjadi etanol yang dapat digunakan untuk mensubtitusikan
bahan bakar minyak/bensin. Ketika etanol dihasilkan dari biomassa yang
mengandung pati atau selulosa (Lignoselulosa), maka etanol mampu menjadi
bioenergi. Atau seperti yang dijelaskan diatas dikenal dengan istilah
bioetanol. Namun pada intinya bahan dasar pembuatan bioetanol adalah
sumber daya alam nabati yang mengandung komponen pati, gula atau serat
selulosa.
Berdasarkan rujukan tersebut jelas bahwa
tongkol jagung yang merupakan salah satu limbah ligoselulosik (limbah
pertanian yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin)
memanglah cocok digunakan sebagai bahan dasar dari pembuatan bioetanol.
Pembuatan Bioetanol dari bahan Baku Bonggol/Tongkol Jagung
Secara umum produksi bioetanol biasanya melalui 3 proses penting yaitu :
- Pretreatment
- Produksi Gula
- Produksi Etanol
Alat dan Bahan yang digunakan
Alat yang digunakan adalah talang, baskom
plastik besar, neraca analitik (Adventure ohaus), blender (panasonic),
ayakan 60 mesh, kertas saring, pH meter digital, injector, sakarometer,
alkoholmeter, autoclave (hiclave HTV 50), dan alat-alat gelas (pyrex)
Bahan yang digunakan adalah limbah jagung
berupa tongkol jagung, asam sulfat, natrium hidroksida, ragi roti,
aquadests, alginat dan kalsium klorida.
Pembuatan Bioetanol
Persiapan Bahan Baku
Perlakuan awal terhadap tongkol jagung
meliputi pencucian, pengeringan, dan pengayakan. Pencucian dilakukan
untuk menghilangkan bahan-bahan yang terikut dalam tongkol seperti
tanah, cangkang dan kotoran lain pengeringan dilakukan dengan
menggunakan sinar matahari langsung. Pengeringan dilakukan untuk
memudahkan dalam proses penggilingan serat tongkol jagung, karena pada
keadaan lembab tongkol jagung sukar untuk dihancurkan. Tahap
penghancuran bertujuan untuk memperkecil ukuran tongkol jagung. Alat
yang digunakan adalah blender. Tongkol yang sudah dihancurkan kemudian
diayak menggunakan ayakan 60 mesh.
Pretreatment
Menimbang serbuk tongkol jagung sebanyak
10gram, kemudian dimasukkan ke dalam wadah berupa gelas/baskom kaca.
Larutan natrium hidroksida dengan konsentrasi 10%. Sebanyak 100 mL NaOH
ditambahkan ke dalam gelas kimia yang berisi serbuk tongkol jagung,
kemudian diaduk dengan rata sampai merendam serbuk tongkol jagung.
Perendaman dilakukan selama 28 jam. Setelah itu, disaring dengan
menggunakan kain saring. Endapan dicuci dengan air sampai pH 7
selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri (wadah yang bersih),
dikeringkan pada suhu ruang.
Fungsi Delignifikasi ini adalah untuk
melepas lignin dari selulosa dengan merusak struktur lignin sehingga
membebaskan selulosa tanpa merusak karbohidrat. Dapat digunakan NaOH,
NaOCl, atau juga NH4OH. Namun yang paling optimum digunakan sesuai literatur yang diperoleh adalah larutan NaOH 10 %.
Produksi Gula.
Perlakuan hasil delignifikasi waktu dan
konsentrasi terbaik dilakukan pada proses hidrolisis. Menimbang serbuk
tongkol jagung yang telah didelignifikasi sebanyak 5 gram,
dimasukkan ke dalam wadah erlenmeyer. Ditambahkan larutan asam
sulfat 10% sebanyak 75 mL. Proses hidrolisis dilakukan pada
suhu 1000C selama 210 menit. Produk hasil hidrolisis
disaring dan ditambahkan dengan natrium hidroksida sampai pH 4,5.
Selanjutnya ditambahkan larutan kalsium klorida jenuh untuk
menghilangkan sulfat pada hidrolisat. Parameter yang diamati adalah
kadar glukosa. Pengukuran kadar glukosa dengan menggunakan sakarometer.
Setelah dilakukan proses hidrolisis selanjutnya akan dilakukan
proses netralisasi menggunakan natrium hidroksida untuk
mempertahankan pH optimum, yaitu pH 4,5-5. Selanjutnya, larutan
hasil netralisasi ditambahkan kalsium klorida untuk menghilangkan
sisa sulfat yang ada pada larutan.
Produksi Bioetanol
Tahapan Kerja produksi bioetanol dengan
menggunakan sel amobil, diawali dengan tahapan kerja imobilisasi sel.
Sel amobil yang dibuat selanjutnya digunakan untuk produksi bioetanol.
- Imobilisasi Sel
Sel yang digunakan dalam imobilisasi
adalah sel khamir Sacharomises cereviceae, sedangkan bahan
pengimobilsasi digunakan larutan alginate 2%. Pembuatan natrium
alginate 2 % adalah natrium alginat 2 gram ditambahkan 100 ml
akuades dan dipanaskan hingga alginat larut. Campuran ditutup dengan
kapas dan disterilkan selama 15 menit. Larutan alginat yang
telah dingin, dicampur dengan suspensi ragi roti (10 gram ragi
ditambahkan akuades 30 ml, diaduk hingga membentuk larutan
suspensi). Campuran dimasukkan ke dalam injektor, kemudian diteteskan
ke dalam larutan kalsium klorida 1M sambil diaduk. Setelah itu
amobil telah siap untuk digunakan pada proses fermentasi.
Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi.
- Konsentrasi Gula, Apabila dipergunakan konsentrasi gula terlalu tinggi hal ini akan dapat menurukan pertumbuhan ragi sehingga waktu fermentasi akan lebih lama.
- Bahan nutrien, yang bisa ditambahkan kedalam bahan yang difermentasi adalah zat-zat yang mengandung fosfor dan nitrogen, seperti super fosfat, amonium sulfat, ammonium fosfat, urea dll (Prescott dan Dunn, 1959 dalam Astuti, Puji dkk, 2013)
- pH Fermentasi, Pada keasaman dibawah pH 0,3 proses fermentasi akan berkurang kecepatannya, pH optimum pada pH 4,5-5,0. Bila medium fermentasi mempunyai kapasitas buffer yang tinggi, hasil fermentasi terbaik tercapai bila pH awal pada pH 4,5-4,7 sedangkan pada medium berkapasitas buffer rendah, nilai pH awal yang paling baik pH 5,5. Pemberian asam sulfat dan pemanasan dapat digunakan untuk mengurangi kontaminan akan mengendapkan garam-garam yang tidak dikehendaki, sehingga mempertinggi kemurnian alkohol.
- Temperatur, berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui dua hal yaitu secara langsung mempengaruhi aktivitas enzim khamir dan secara tidak langsung mempengaruhi hasil alkohol karena penguapan.
- Pemurnian, merupakan proses terakhir yang bisa dilakukan untuk pemurnia alkohol (bioetanol) hasil fermentasi. Untuk pemurnian dapat dilakukan dengan destilasi yang merupakan metode pemisahan yang didasarkan atas perbedaan titik didih. Proses ini dilakukan untuk mengambil alkohol dari hasil fermentasi pada suhu ±78-800C.
Proses Produksi Bioetanol Secara Umum
Berdasarkan studi literatur di peroleh
bahwa ada beberapa industri bioetanol yang telah dikembangkan di
Indonesia, namun kebanyakan produksi bietanol tersebut dari tebu,
pepaya, sagu, nira,dan aren dan produksi nya dalam skala home industri
bukan merupakan industri skala besar. Hanya ada satu industri bioetanol
yang penulis ketahui dengan berbahan dasar bonggol jagung yaitu Pabrik
Bioetanol di Tuban provinsi jawa timur. Tetapi karena lokasi yang jauh
dan tidak adanya informasi lebih dari internet maupun literatur lainnya
mengenai proses produksi Pabrik Bioetanol Bonggol Jagung di Tuban Jawa
Timur tersebut penulis tidak bisa melakukan miniriset secara langsung.
Sosialisasi pemanfaatan Bioetanol dari bonggol jagung juga belum
maksimal, khususnya di Sumatera Utara, padahal Sumatera Utara masuk
kedalam 5 besar penghasil komoditas jagung terbesar di Indonesia.
Masyarakat di Sumatera Utara hanya membuang, membakar bonggol jagung
untuk pupuk atau dibuat sebagai pakan ternak seperti yang dilakukan oleh
masyarakat di daerah Karo mereka membuang bonggol jagung disekitaran
lahan pertanian dengan harapan dapat menyuburkan lahan pertanian. Akan
tetapi saat ini peneliti dari mahasiswa bahkan sainstist lainnya telah
banyak melakukan penelitian mengenai produksi bioetanol dari bonggol
jagung. Salah satu literatur menerangkan bahwa energi bioetanol yang
dihasilkan dari bonggol jagung memiliki nilai energi sebesar 122 MJ/kg.
Dengan banyaknya mahasiswa yang mengetahui mengenai potensi bonggol
jagung sebagai bahan bakar alternatif berupa bioetanol akan berdamapak
positif bagi lingkungan masyarakat disekitaran kampus. Mahasiswa/i dapat
membagikan informasi dan sosialisasi bahkan mengabdi untuk
mengembangkan potensi ini melalui pembuatan PKM-Pengabdian disuatu
daerah penghasil komoditas jagung terbesar di berbagai kawasan
Indonesia.
Hal ini sangatlah penting karena
pengunaan Bioetanol sebagai bahan bakar baik sebagai campuran bahan
bakar bensin atau solar atau sebagai pengganti bensin telah dahulu
dilakukan dibeberapa negara seperti Australia, dan Brazil dan
mendapatkan posisi baik sebagai alternatif kurangnya pasokan minyak fosil.Dan
hingga saat ini di Indonesia belum bisa memanfaatan bonggol jagung
sebagai bahan bakar alternatif. Pemerintah sepertinya perlu
memperhatikan petani jagung dan kualitas produksi komoditas jagung di
Indonesia dengan kawasan yang terintegritas sehingga persediaanya tetap
meningkat dengan biaya produksi stabil. Serta membuat suatu kebijakan
dalam penanganan limbah bonggol jagung agar bernilai ekonomis dalam
proses pengadaan bioetanol sebagai alternatif bahan bakar yang ramah
lingkungan. Dengan adanya perhatian dari pemerintah dan sosialisasi yang
maksimal tentang proses produksi bioetanol dari bongggol jagung kepada
masyarakat dapat dipastikan permasalahan akan kurangnya bahan bakar
minyak (BBM) dapat diatasi dengan Bahan Bakar Nabati (BBN) seperti
bioetanol dari bonggol jagung.
KesimpulanDari Pembahasan Kita di Atas
- Bonggol jagung merupakan limbah jagung yang belum dimanfaatkan secara maksimal dan tidak memiliki nilai jual lebih memiliki karakteristik sifat kimia yang menganadung bahan lignoselulosa yang berpotensi sebagai bioenergi terbarukan berupa bioetanol yang dapat dijadikan sebagai alternatif bahan bakar. Bioetanol dari Bojag ini bersifat ramah lingkungan dibanding bahan bakar fosil dengan nilai energi sebesar 122 MJ/kg
- Proses produksi bonggol jagung sebagai Bioetanol di lakukan melalui 5 tahapan yaitu persiapan/preparasi bahan baku, pretreatment (delignifikasi), produksi gula (hidrolisis/sakarifikasi), produksi etanol (Fermentasi) dan terakhir pemurnian melalui destilasi.
- Banyak penelitian mengenai pemanfaatan bonggol jagung sebagai Bioetanol, namun hingga saat ini dikalangan masyarakat masih banyak yang belum mengetahui potensi tersebut terutama masyarakat di Sumatera Utara padahal termasuk 5 besar daerah komoidtif penghasil jagung.
Terima kasih suda membaca artikel Memanfaatan Jagung Jagung Sebagai Sumber Bioetanol, semoga ini bermanfaat buat anda, Sekian dan terima kasih. Jangan lupa di LIKE.