Biologi bangunan
Biologis bangunan merupakan pembangunan berwawasan
lingkungan, dimana memanfaatkan potensi alam semaksimal mungkin. Kualitas
arsitektur biasanya sulit diukur, garis batas antara arsitektur yang bermutu
dan yang tidak bermutu. Kualitas arsitektur biasanya hanya memperhatikan bentuk
bangunan dan konstruksinya, tetapi mengabaikan yang dirasakan sipengguna dan
kualitas hidupnya. Apakah pengguna suatu bangunan merasa tertarik.
Istilah arsitektur biologis diperkenalkan oleh beberapa ahli
bangunan, antara lain Prof. Mag.arch, Peter Schmid, Rudolf Doernach dan Ir.
Heinz Frick. Biologi Bangunan berarti ilmu penghubung antara manusia dan
lingkungannya secara keseluruhan. Arsitektur biologis mempelajari pengetahuan
tentang hubungan integral antara manusia dan lingkungan hidup.
Penerapan
Melalui
konsep arsitektur biologis, para arsitek diajak memahami rumah sebagai sebuah
bangunan organis, untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Kualitas bangunan
dengan bagian-bagian material dan rohani menentukan kualitas lingkungan hidup
manusia.Bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam mewujudkan arsitektur
biologis adalah bahan-bahan bangunan dari alam. Bahan bangunan alam yang dapat
dibudidayakan lagi,digunakan dalam arsitektur biologis, seperti kayu, bambu,
rumbia, alang-alang dan ijuk.Bahan bangunan alamiah yang dapat digunakan lagi
menjadi bangun alamiah yang dapat digunakan lagi menjadi bangun arsitektural
adalah tanah liat, tanah lempung dan batu alam.Sedangkan bahan bangunan alam
yang diproses pabrik atau industri adalah batu artifisial yang dibakar (batu
merah), genting flam, genting pres dan batu-batuan pres (batako).Perencanaan
arsitektur biologis senantiasa memperhatikan konstruksi yang sesuaidengan
tempat bangunan itu berada.
Teknologinya sederhana, bentuk bangunannya
punditentukan oleh fungsi menurut kebutuhan dasar penghuni dan cara
membangunnya.Bentuk bangunan ditentukan oleh rangkaian bahan bangunannya.
Konstruksi bangunan yang digunakan ada yang bersifat masif (konstrtuksi tanah,
tanah liat dan lempung),berkotak (konstruksi batu alam dan batu-batu merah),
serta konstruksi bangunan rangka(kayu dan bambu). Atas dasar pengetahuan
tentang bahan bangunan tersebut, akhirnya tercipta bentuk-bentuk bangunan yang
berkaitan dengan sejarah arsitektur.
Arsitektur
tradisional merupakan contoh dari arsitektur biologis. Arsitektur ini
mencerminkan suatu cara kehidupan harmonis, asli, ritmis dan dinamis, terjalin
antara kehidupan manusia dan lingkungan sekitar secara keseluruhan. Arsitektur
tradisional dibangun dengan cara yang sama dari generasi ke generasi
berikutnya. Arsitektur ini cocok dengan iklim daerah setempat dan masing-masing
suku bangsa di Indonesia rupanya telah memiliki arsitektur tradisional.Bentuk
awal rumah bangsa Indonesia pada zaman dulu kiranya masih dapat dilihat
didaerah-daerah pedalaman, seperti di Irian Jaya (Papua).
Arsitektur yang
dimiliki suku Korowai di Merauke misalnya, meskipun dibangun di atas pohon,
tetapi kehidupan dan perencanaan
bangunan suku ini selaras dengan alam. Mereka masih menggunakan peralatan dari
batu karang dan kayu. Rumah yang dibangun di atas pohon ini paling tidak
menghabiskan waktu 2 tahun untuk penyelesaiannya, dan bisa menampung 4-5 keluarga.Dinding
rumah dibuat dari pelepah daun nipah, pohon penghasil sagu. Alas rumah dari
kulit kayu balsa yang diserut dengan pisau karang.Bentuk perkampungan dan
perumahan di Bali juga mencerminkan suatu cara kehidupan harmonis antara
manusia dan alam. Bentuk bangunannya disesuaikan dengan fungsi dan aktivitas
penghuni.
Bahan-bahan bangunannya berasal dari bahan alami dan dibentuk dengan
bantuan konstruksi yang memperhatikan iklim setempat.Ahli biologi dan arsitek
Rudolf Doernach kelahiran Stuttgart-Jerman, melihat ada kecenderungan dan
dorongan kuat, bahwa setiap negara di dunia kini berusaha membangun permahan
dan kota masa depan yang memperhatikan masalah penyelamatan lingkungan.
Pengotoran udara oleh industri dan kepadatan penduduk di perkotaan, sangat menghantui
banyak negara di dunia.
Arsitektur biologis adalah alternatif untuk
memperingan kerusakan lingkungan akibat kemajuan teknologi. Disarankan,
pembangunan lingkungan harus terdiri dari dinding dan atap hidup yang
menyediakan oksida dan energi.Pendidikan arsitektur barat sebenarnya kurang
tepat diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki
latar belakang kebudayaan berbeda-beda.Karena itu, arsitektur biologis lebih
mudah berkembang di Indonesia. Arsitektur barat modern yang dibangun dengan
teknologi tinggi, lebih sering merusak dasar kehidupan manusia dan lingkungan
alamnya.Arsitektur biologis pada dasarnya dibangun dari pembangunan yang
bersifat biologisdan berakhir pada pemikiran baru yang lebih mendalam. Dia
bersifat ekologis, alternatif dan tertuju kepada masa depan dengan kehidupan,
pendidikan dan pemukiman yang seimbang dengan alam.
Biologi Bangunan adalah ilmu penghubung antara manusia dan lingkungannya secara keseluruhan.
Hubungan biologi bangunan dapat diperlihatkan, sebagai berikut:
ARSITEKTUR:
Rumah / pondok, Kulit manusia ketiga, Tanah air, Kediaman / pemukiman, Kebiasaan, Tempat berlindung.
BIOS:
Kehidupan, Daya hidup, Alamiah, Alam kehidupan, Alam tumbuh-tumbuhan.
LOGOS:
Keputusan, (Daya cipta, energy), Materialisasi, Dunia teratur, Keselarasan / harmoni, Kesehatan, Kebudayaan.
Dari daftar
kata istilah diatas menunjukan hubungan antara arsitektur
(pembangunan), bios (kehidupan), serta logos (dunia teratur) secara
interdisipliner. Jikalau
kemanusiaan dan kebudayaan tidak menjadi pusat pada penyelesaian
arsitektur maka prinsip biologis diabaikan. Bila hal itu terjadi, maka
arsitektur dan teknik di bidang pembangunan perumahan hanya akan
membentuk kediaman tanpa roh dan jiwa, tanpa rasa kemanusiaan. Maka penghuninya pun akan merasa asing dengan kediamannya tersebut.
Kualitas
bangunan dengan bagian-bagian material dan rohani menentukan kualitas
lingkungan hidup manusia. Perhatian tiap-tiap bagian yang mempengaruhi
kehidupan manusia yang dilakukan oleh arsitektur biologis.
Melalui
konsep arsitektur biologis, para arsitek diajak memahami rumah sebagai
sebuah bangunan organis, untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Kualitas
bangunan dengan bagian-bagian material dan rohani menentukan kualitas
lingkungan hidup manusia. Bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam
mewujudkan arsitektur biologis adalah bahan-bahan bangunan dari alam.
Bahan bangunan alam yang dapat dibudidayakan lagi, digunakan dalam
arsitektur biologis, seperti kayu, bambu, rumbia, alang-alang dan ijuk.
Bahan bangunan alamiah yang dapat digunakan lagi menjadi bangun alamiah
yang dapat digunakan lagi menjadi bangun arsitektural adalah tanah liat,
tanah lempung dan batu alam. Sedangkan bahan bangunan alam yang
diproses pabrik atau industri adalah batu artifisial yang dibakar (batu
merah), genting flam, genting pres dan batu-batuan pres (batako).
Perencanaan arsitektur biologis senantiasa memperhatikan konstruksi yang sesuai
dengan tempat bangunan itu berada. Teknologinya sederhana, bentuk
bangunannya pun ditentukan oleh fungsi menurut kebutuhan dasar penghuni
dan cara membangunnya. Bentuk bangunan ditentukan oleh rangkaian bahan
bangunannya. Konstruksi bangunan yang digunakan ada yang bersifat masif
(konstrtuksi tanah, tanah liat dan lempung), berkotak (konstruksi batu
alam dan batu-batu merah), serta konstruksi bangunan rangka (kayu dan
bambu). Atas dasar pengetahuan tentang bahan bangunan tersebut, akhirnya
tercipta bentuk-bentuk bangunan yang berkaitan dengan sejarah
arsitektur.
Terima kasih atas kunjungan anda di LingkaranDunia, serta membaca artikel yang berjudul Biologi bangunan merupak ilmu yang meneliti lingkungan hidup di dalam ruangan, semoga saja artikel ini bemanfaat buat anda dan salam Akostader.